Kamis, 29 Maret 2012

Seruan: Kalbar Damai, Tanpa Kekerasan!

(Seruan Bersama Kaum Muda Lintas Latar Belakang):

DAMAI merupakan sebuah proses, bukan hasil akhir. Karena sebuah proses, maka intensitas, sinergisitas, asa dan komitmen bersama untuk menjaganya hingga melahirkan kondisi harmonis di masyarakat menjadi penting mendapat perhatian segenap elemen secara terus menerus. Beberapa hari terakhir, fakta bahwa suasana damai warga sedang menghadapi ujian. Sebagian warga Kalimantan Barat dirundung kecemasan. Insiden yang berawal pada Rabu (14 Maret 2012) siang menimbulkan ketegangan hingga malam dan bahkan hari berikutnya. Potensi konflik dan kerawanan sosial mencuat. Dua kelompok massa yang terkonsentrasi pada titik yang berbeda mendapat respon yang beragam dari berbagai pihak. Rasa saling curiga mendominasi, juga rasa was-was warga di daerah tak terhindar. Sejumlah akses jalan diblokir, polisi siaga. Rentetan tembakan peringatan aparat terdengar memecah malam (15/3). Sejumlah tempat perbelanjaan tutup, aktivitas ekonomi warga terganggu, dan sejumlah sekolah diliburkan.

Begitulah dinamika yang menyelimuti kota Pontianak dan sekitarnya. Singkatnya, kita semua terganggu dan resah dengan situasi tersebut. Karena sejujurnya juga tidak diinginkan banyak pihak. Tidak satupun ajaran keyakinan yang mengajarkan untuk melakukan tindakan semaunya dengan cara-cara kekerasan. Namun syukurlah, kini kondisi sudah berangsur kondusif. Langkah antisipatif perlu terus dilakukan agar kejadian serupa yang dapat mengusik kedamaian tidak terulang. Sebaliknya, peran segenap elemen masyarakat untuk memelihara perdamaian dalam realita warga Kalbar yang beragam adalah sebuah keharusan.

Kekerasan versus kekerasan hanya akan membuahkan hasil sia-sia, sementara situasi galau sangat mungkin dikelola oleh oknum tertentu yang cerdas membaca situasi dalam sisi lain dengan menjadikannya sebagai peluang. Kondisi-kondisi seperti ini baik bila disadari sebagai bagian dari antisipasi. Karena dapat menjadi celah terbuka yang berpotensi mengoyak semangat kebersamaan di dalam keberagaman yang terbangun begitu apik antar warga saat ini. Kekerasan adalah tindakan yang tidak produktif untuk terbangunnya kohesi sosial, terlebih dengan begitu gampangnya simbol-simbol identitas diseret di dalamnya. Karenanya Ormas dan atau pihak manapun yang melakukan cara-cara kekerasan berarti tidak menginginkan kohesi sosial itu ada dan tindakan ini tentu tidak dibenarkan. Pada sisi ini, peran tegas negara menjadi sangat penting guna memberikan rasa aman bagi warganya.

Harus diakui bersama, bahwa keberagaman latar belakang dengan identitas yang melekat dalam diri maupun suatu komunitas adalah khasanah, potensi dan modal sosial untuk saling bersinergis dan bukan malah untuk dipertentangkan. Namun demikian, harus disadari bahwa simbol-simbol identitas juga faktanya memiliki potensi yang krusial dan sensitif disalahgunakan, karena begitu mudah disalahtafsirkan dengan beragam persepsi, apalagi dijadikan ‘alat’ untuk mengakumulasi sentimen bernuansa SARA yang dapat berujung pada konflik destruktif.

Kalimantan Barat yang tetap damai dengan fakta keberagaman warganya, harus menjadi spirit bersama untuk terus didorong dan dihidupi oleh setiap insan. Harus tetap dipelihara dan dijaga bersama dalam bingkai kepentingan bersama sesama ciptaan-Nya. Upaya provokasi oleh oknum tak bertanggungjawab (termasuk secara tidak sengaja) dengan maksud memperkeruh suasana sangat mungkin ada kapanpun dan dimanapun, karenanya terprovokasi adalah pilihan salah apalagi hingga menyebarkannya ke orang lain. Dalam sisi ini, peran media massa untuk mendidik dan mengabarkan pesan maupun semangat perdamaian melalui hasil karya jurnalistiknya tentu juga diharapkan. Artinya, kebebasan pers penting mendapat tempat dihormati dalam alam demokrasi untuk turut mendukung terwujudnya kohesi sosial, kondisi harmonis.

Berkaca dari uraian di atas, maka kami kumpulan individu yang tergabung dalam Kaum Muda Kalbar Lintas Latar Belakang di Pontianak berharap agar perdamaian tetap berdiri kokoh di atas segala kepentingan dengan menyerukan:

1. Mangajak warga Kalbar untuk tidak gampang terprovokasi atas berbagai isu maupun informasi yang berpotensi memecah belah.
2. Meminta aparat keamanan tegas dan profesional dalam menjalankan tugas sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.
3. Mendukung penghormatan terhadap kebebasan pers dalam melakukan peliputan maupun menyampaikan informasi yang mendidik dan profesional dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
4. Mengajak para elit, pemuka dan segenap komponen masyarakat untuk memainkan peran sebagai perekat dalam bingkai semangat kebersamaan atas realita keberagaman dan bukan malah sebaliknya.
5. Isu seputar suku, agama, ras antar golongan begitu sensitif, sehingga dengan ini kami mengajak berbagai kalangan untuk tidak mudah menyertakan simbol identitas yang dapat memicu ketegangan sosial manakala terjadi persinggungan/insiden murni antar pribadi maupun antar kelompok.
6. Mengecam cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh Ormas, dan atau pihak manapun - dengan dalih apapun, yang berpotensi merusak stabilitas dan harmonisasi di Kalbar khususnya, di Indonesia pada umumnya serta meminta pihak terkait (aparat dan pemerintah) melakukan langkah tegas-bijak konstitusional untuk memastikan tidak terjadinya cara-cara kekerasan sebagaimana dimaksud.
7. Mengajak warga Kalimantan Barat waspada dan menahan diri atas segala bentuk kemungkinan upaya provokasi dan menyadari serta menjadikan realita keberagaman sebagai potensi perekat persatuan dalam keberagaman dengan menghidupi sikap saling menghargai antar sesama.

“Damai untuk Kalbar, Damai untuk Semua”

Pontianak, 23 Maret 2012

KAUM MUDA LINTAS LATAR BELAKANG
(Hendrikus Adam, Qomaruzzaman, Abdul Hamid, Sy. Abdurahim, Darwis, Wahyu Hidayat, Rizal Sudra, Riyadi Novianto, Muslimah, Dahlia, Farihatin, Handi Risjad, Noveria, Fransiskus Ariono, Paul Nelwan, Martin Gilang, Laurensius Edi, Heryanto Sagiya, Julianto Akiun Makmur, Abang Rustaman)

Senin, 30 Januari 2012

Solidaritas untuk Monica

Monica Predica Paska (Monica) berasal dari kampung Tanjung Pinang, Desa Sebungkuh, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau kini mengidap penyakit jantung bocor. Bocah perempuan buah kasih Nursianus V.A. Akau dan Maria M.Y.L yang lahir tanggal 22 April 2011 ini masih harus bersabar dari derita penyakit yang dialami. Saat ini sedang dirawat tidak bisa disembuhkan dengan obat semata. Operasi tambal jantung menjadi solusi yang ditawarkan dokter. Karena di Kalimantan Barat tidak ada specialis jantung untuk operasinya, maka bocah belia ini di rujuk untuk dioperasi ke Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta.

Bagaimana kisah Monica hingga diketahui mengidap penyakit bocor jantung? Gejala awal dari sakit yang dialami adalah sesak nafas dan batuk-batuk diusia diusia sekitar 7-8 bulan, yang kemudian saat itu dibawa oleh orang tuanya berobat ke Mantri di kampung/Desa. Dua kali berobat karena tidak ada perubahan, kemudian disarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Tanggal 3 Januari 2012 Monica dibawa berobat ke RSUD Sanggau sebagaimana rujukan Mantri. Hasil pemeriksaan dokter di RS melalui rontgen, terjadi pembesaran dibagian jantung Monica. Dokter saat itu menduga ada kebocoran di jantungnya. Atas hasil diagnosa ini, pihak RSUD Sanggau kemudian merujuk Monica untuk dibawa ke RS Soedarso Pontianak.

Tanggal 19 Januari 2012, Monica dibawa orang tuanya untuk berobat di RS Soedarso Pontianak. Hasil pemeriksaan dokter di RSUD juga menduga ada kebocoran pada bagian jantung. Guna memastikan hasil diagnosa dokter, kemudian dilakukan rekam medis USG jantung di RS Santo Aantonius (Jalan Penjara Pontianak) tanggal 21 Januari 2012. Hasil pemeriksaan ini memperkuat dugaan awal bahwa jantung Monica ternyata memang mengalami kebocoran. Tepat tanggal 25 Januari 2012, atas hasil pemeriksaan tersebut pihak RSUD Soedarso merujuknya untuk dibawa berobat ke Jakarta tepatnya di Rumah Sakit Harapan Kita.

Kondisi Monica karena sakit yang diderita kurang selera makan hingga kini. Obat tidak bisa untuk menyembuhkan, hanya mampu meredakan sakit. Operasi tambal jantung diharapkan dapat memulihkan kondisi kesehatan anak dari petani asal Kabupaten Sanggau ini. Dengan segala keterbatasan dan kartu jamkesmas yang dimiliki, pihak keluarga bertekad untuk membawa buah hatinya berobat hingga bisa sembuh sebagaimana rujukan pihak Rumah Sakit di Pontianak. Selasa 31 Januari 2012 sedianya Monica akan dibawa untuk berobat ke Rumah Sakit Harapan Kita di Jakarta.

Pihak keluarga, ke dua orang tuanya tentu telah berupaya dengan segala daya. Derita yang dialami tidak membuat wajah sang buah hati tampak galau, terlalu polos bagi seorang bocah seperti Monica untuk mengerti kondisinya kini. Sedianya benih kasih dan kepedulian untuk membantu serta doa tulus Anda mampu menguatkan pihak keluarga khususnya Monica. Sebesar apapun ungkapan kasih Anda melalui sumbangan maupun doa yang disampaikan, pastilah akan membantu.

Sumbangan Anda dapat disalurkan melalui saudara Hendrikus Adam (085245251907), Endang SL (081522876800) dan atau bisa langsung menghubungi pihak keluarga yakni kedua orang tua Monica (Nursianus V.A. Antau – Maria M.Y.L ke Hp.081345624202). Bantuan Anda dapat disalurkan melalui BRI an. Norman dengan Nomor rekening 059401002083508.

Rabu, 30 November 2011

Voting Terbuka, Parlindungan Nahkodai PP PMKRI

By. Hendrikus Adam

[Pontianak Citizen Reporter] - Proses demokrasi melalui voting terbuka dalam sidang Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas Aquinas yang berakhir Senin (28/11) dini hari di Wisma Imakluata jalan AR. Hakim Pontianak, menghantar Parlin Simarmata menjadi nahkoda PP PMKRI periode 2011-2013.

Parlin menang 11 suara dari rivalnya Emanuel Herdyanto MG yang hanya memperoleh 10 suara dalam pemilihan putaran ke dua sidang MPA yang dipimpin Robinson Gamar bersama dua rekannya selaku Ad Hoc. Sebanyak dua suara abstain dari total 33 suara cabang PMKRI delegasi yang hadir dalam kegiatan dengan tuan Rumah PMKRI Pontianak tersebut.

Berakhirnya MPA menandai telah bergantinya kepemimpinan Pengurus Pusat periode sebelumnya yang dinahkodai Stefanus Asat Gusma. Keputusan penting lainnya dalam kegiatan MPA tersebut bahwa PMKRI Cabang Manokwari ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PMKRI, sedangkan PMKRI Cabang Surabaya ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggara Kongres dan MPA berikutnya.

Kegiatan dalam rangka Kongres Nasional dan MPA PMKRI diawali dengan Misa Pembukaan dipimpin oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr. Hieronimus Bumbun OFM Cap yang turut didampingi Vikjen Keuskupan Agung Pontianak, DR. William Chang, OFM Cap bersama Pastor Moderator PMKRI Pontianak, Yohanes Robini Marianto, OP. Acara formal Kongres Nasional XXVII dan MPA PMKRI XXVI dilakukan melalui sidang pembukaan yang turut dihadiri Gubernur Kalbar, Mentri PDT, anggota penyatu, para tokoh, perwakilan delegasi, dan sejumlah undangan lainnya bertempat di Pendopo Gubernur Kalbar.

Kongres Nasional merupakan pertemuan antar para anggota PMKRI se Indonesia yang bertujuan untuk membahas sejumlah isu strategis dan aktual yang secara konstektual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini secara nasional maupun lokal serta untuk mempertebal rasa persaudaraan sesama kader perhimpunan.

Sedangkan MPA merupakan forum yang mengulas berbagai aspek internal organisasi terkait evaluasi, perumusan strategi, merespon dinamika kemasyarakatan, dan guna melakukanproses regenerasi kepemimpinan dalam organisasi. Diselenggarakannya Kongres dan MPA PMKRI di Pontianak merupakan hasil dari MPA Denpasar yang diselenggarakan tahun 2009 silam.

[Naskah ini pernah terbit di Harian Tribun Pontianak sehari setelah kegiatan MPA di Pontianak berakhir yakni terbit Selasa, 29 Nopember 2011]

Rabu, 09 November 2011

In Memoriam; Aditrio, Warga Perhimpunan itu Telah Tiada

Aditrio. Nama itu sontak dibincangkan ramai akhir Oktober bulan lalu. Tepat tengah malam, tanggal 24 Oktober 2011 berita sedih yang mengabarkan kepergiannya menghadap Sang Khalik ku terima melalui pesan singkat via sms dari sejumlah rekan. Heriko, teman seangkatannya di perhimpunan yang lebih dahulu mengabariku dan kemudian disusul sms pemberitahuan dari rekan lainnya. Heriko sendiri saat itu mengaku baru mendapat kabar dari Regina, saudari sepupu almarhum. Kepada Regina, saya menyampaikan turut berduka melalui pesan singkat yang saat itu masih berada di kampung Tumbang Titi, Ketapang. Mulai sejak saat itu, berita mengenai kepergian almarhum menuju alam lain tersiar melalui sejumlah media. Informasi melalui jaringan dunia maya facebook sangat dominan. Info itu juga disampaikan para rekan melalui rubrik forum Alumni PMKRI Kalbar.

Siapa Aditrio? Dia adalah anggota PMKRI Pontianak Santo Thomas More. Beliau juga berstatus sebagai mahasiswa dari daerahnya yang sedang menempuh studi di Pontianak. Sebelum kepergiannya menghadap Sang Khalik, saya sempat mendapat informasi dari seorang rekan yakni Thomas More melalui pesan sms. Pemberitahuan untuk doa rosario bersama sekaligus mendoakan untuk kesembuhan dan penggalangan dana untuk (alm) Aditrio yang saat itu diberitakan sedang dirawat. Kepada Thomas More, saya menyampaikan maaf karena tidak dapat hadir, tetapi saya akan turut menyumbang sebisanya. Tetapi dalam perjalanan waktu, saya kaget dan tidak habis pikir berita duka kemudian ku terima. Yah..., Aditrio telah pergi.

Saya memang tidak lebih dalam mengenal almarhum. Saya mengenalnya ketika ia bergabung menjadi anggota di PMKRI Pontianak. Tetapi dalam beberapa kesempatan, saya sempat ngobrol dengan beliau. Saya juga pernah dijemput dan dibonceng almarhum ketika saat itu akan menghadiri kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) PMKRI Pontianak bertempat di Wisma Imakulata. Di jalan kami sempat ngobrol. Sesampai di Wisma Imakluata, saya ketemu dengan kawan-kawan. Di Wisma Imakluata saat itu juga hadir alumni PMKRI Pontianak yakni Bapak Aci Mulyadi. Beliau (Pak Aci) kini juga telah di panggil Sang Khalik. Info kepergian sosok yang juga Dosen di STP St. Agustinus ini ku terima saat sedang berada di salah satu kampung wilayah Bengkayang yang berbatasan langsung dengan Malaysia akhir Juli 2011. Sempat ketemu dengan Aditrio dalam acara peringatan usia Emas PMKRI Pontianak.

Mengenal dan saling sapa dengan sosok aktivis PMKRI ini (Aditrio) terakhir berjumpa dan saling sapa saat menghadiri Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak yang saat itu akan memilih tiga kandidat maisng-masing; Franz Welly W, Erasmus CA dan Leo Nova Christy B. (Alm) Aditrio sempat bersalaman dan menawarkan saya untuk membubuhkan tandatangan kehadiran di RUAC. Dalam draft yang berjudul “Daftar Hadir Peserta RUAC dengan Agenda Pembahasan draft ARTC” saat itu tidak saya bubuhkan tandatangan, karena pembahasan agenda dimaksud telah selesai sementara saya sendiri baru datang.

Aditrio adalah sosok yang santun, penurut, ulet, peduli dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Hal menarik lainnya dari sosok Aditrio sekilas yang saya kenal adalah dia memiliki minat belajar beroganisasi yang tinggi. Pun demikian, kini dia telah pergi untuk selamanya mendahului kita. Ia juga akhirnya tidak dapat mengikuti perhelatan acara nasional perhimpunan yang sedang dipersiapkan saat ini. Pun demikian, baik bila kelak saat akan dimulainya "Gawe besar se Indonesia" tersebut, ada doa khusus untuk almarhum.

Hidup di dunia ini memang sementara. Kepergian almarhum tentu telah menyisakan banyak kenangan bagi pihak keluarga, kenalan dan para rekan perhimpunan. Semoga mendapat kebahagiaan kekal abadi bersama Bapa di Surga.

Warga Perhimpunan yang masih muda itu telah dipanggil Sang Khalik. Kepergiannya mengingatkan ku pada sosok SOE HOK GIE,seorang aktivis idealis di zamannya mengutif pernyataan seorang filsuf Yunani soal kematian. ("Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda"). Semua merasa kehilangan.

Selamat jalan, selamat beristirahat dalam damai. Salam Baret Merah. Rest in Peace...

[HA, 2011]

Kamis, 15 September 2011

Menanti Putusan Bijak Majelis Hakim


Pembacaan vonis atas kasus penipuan dan penggelapan yang melibatkan PT. Benua Indah Group (BIG) dengan terdakwa Budiono Tan selaku Direktur Utama dan Bambang Wijarnako Lie selaku General Manager hari ini Kamis (15/9) ditunda. Pihak terdakwa menyampaikan sejumlah berkas baru sebagai barang bukti berikut pernyataan kepada Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Pontianak untuk menjadi bahan pertimbangan. Sebelum agenda vonis hari ini, pada Senin (12/9) lalu, sidang mengagendakan pembacaan duplik yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa. Penundaan kembali sidang kali ini setelah sebelumnya saat proses sidang pra pembacaan putusan, pihak terdakwa menyampaikan berkas tambahan baru terkait perkara yang dialami. Berkas tersebut berupa surat pernyataan terdakwa berikut foto copy dokumen penting yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan majelis hakim.

Sebagaimana diketahui bahwa kasus penipuan dan penggelapan tersebut berimbas pada ketidakadilan yang kemudian dirasakan oleh ribuan petani (sawit) di Ketapang yang harus menerima dampaknya. Empat dari petani hadir dalam sidang tersebut, berharap dapat menyaksikan langsung putusan yang diberikan atas pihak yang dianggap bertanggungjawab atas persoalan yang mereka alami.

Sidang kasus PT. BIG sudah kesekian kalinya dilangsungkan. Adapun sidang perdana sekitar April 2011 lalu. Bersamaan dengan sidang perdana saat itu, puluhan perwakilan petani sawit mendesak kejaksaan segera menangkap dan ditahannya Budiono Tan atas perbuatannya yang telah menyengsarakan 13 ribu kepala keluarga atau sekitar 50 ribu jiwa petani plasma sawit dari 25 desa dan enam kecamatan di Kabupaten Ketapang.

Melalui penundaan agenda sidang (Vonis) yang disampaikan majelis hakim, ke empat petani asal Ketapang terlihat kecewa lantaran perjalanan yang cukup sulit yang harus ditempuh dan bahkan diantara mereka ada yang harus menjual hewan piaraan untuk ongkos transportasi menuju Pontianak. Penegakan hukum yang objektif, tegas dan memenuhi rasa keadilan menjadi penantian warga dan tentunya juga publik.

Penundaan agenda vonis (putusan) atas kasus PT. BIG hendaknya tidak mengurangi spirit penegakan hukum di negeri ini tanpa pandang bulu. Image negatif yang melanda sejumlah institusi penegak hukum selama ini karena unsur pelaksananya seringkali ”masuk angin” hendaknya tidak terjadi dalam sidang kasus penipuan dan penggelapan terkait dengan PT. BIG ini.

Tentu kita masih tetap yakin, bahwa rasa keadilan atas dasar kebenaran harus tetap ditegakkan. Keputusan Majelis Hakim yang bijak, tegas dan setimpal serta tidak ”masuk angin” menjadi penantian kita. Bagaimanapun, dampak yang dialami warga khususnya petani sawit di Ketapang saat ini telah menyentuh sendi kehidupan yang kemudian melahirkan persoalan kemanusiaan.

Akhirnya, saat ini petani dan wong cilik yang menjadi ”korban” dari kasus PT. Binua Indah Group dan kita semua menanti keputusan yang bijak dari Majelis Hakim. Semoga spirit penegakan hukum dengan corong keadilan, kemanusiaan dan hati nurani menguatkan para hakim untuk tidak gampang ”masuk angin”. Putusan bijak Majelis Hakim kita nantikan.

[LC/Hendrikus Adam]

Tegakkan Hukum untuk Kasus PT. BIG

By. Laing Christy

Tanggal 15 September 2011 esok, sidang perkara kasus penipuan dan penggelapan jual beli CPO (minyak sawit mentah) senilai 42 M dengan terdakwa Budiono Tan selaku Direktur Utama PT. BIG dan Wijanarko Lie selaku General Manager PT. BIG akan segera diakhiri. Pada sidang pembacaan duplik Senin (12/9) lalu, Majelis Hakim PN Pontianak mengumumkan keberlanjutan sidang tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa kasus penipuan dan penggelapan jual beli CPO tersebut berimbas pada rasa ketidakadilan, dimana ribuan warga di Ketapang yang harus menerima dampaknya.

Kini kasus itu sedang berada di tangan Majelis Hakim PN Pontianak, khususnya di tagan ke tiga Hakim yang menangani kasus ini. Saya percaya bahwa hukum itu masih sangat adil dan hanya dapat ditegakkan oleh mereka yang memiliki komitmen untuk sungguh-sungguh menjalankan amanah. Putusan yang akan ditetapkan Majelis Hakim dalam sidang berikutnya sangat menentukan bagi penegakan hukum di daerah ini khsusunya. Dengan demikian, warga, insan pers dan masyarakat sipil lainnya memiliki peran strategis untuk melakukan kontrol maupun ”memberikan penilaian” atas putusan yang akan dibacakan kelak.

Proses penegakan hukum yang bijak, adil dan tegas (setimpal) kepada pihak yang sudah seharusnya bertanggungjawab secara hukum atas tindakan (kesalahan) yang dilakukan menjadi penantian warga dan tentunya layak didukung publik. Rasa keadilan kepada petani dan wong cilik semestinya ditegakkan. Dan Majelis Hakim yang sungguh memiliki komitmen menegakkan hukum dan memberi rasa keadilan bagi petani dan wong cilik penting diapresiasi dan bahkan layak mendapat dukungan masyarakat luas. Demikian sebaliknya elemen masyarakat sipil yang peduli atas penegakan hukum dan rasa keadilan dipanggil untuk turut melakukan kontrol atas penegakan hukum melalui putusan yang adil.

Penegakkan hukum yang setimpal atas kasus PT. BIG menjadi penting dilakukan untuk memberikan rasa percaya warga atas pemberlakuan hukum di negeri ini. Sebaliknya, kasus yang telah menyengsarakan 13 ribu kepala keluarga atau sekitar 50 ribu jiwa petani plasma sawit dari 25 desa dan enam kecamatan di Kabupaten Ketapang ini hendaknya dapat menjadi peringatan bagi segenap elemen warga untuk tidak gampang terbujuk atas janji manis pihak pemodal yang ingin menguasai ruang kelola yang selama ini menjadi sumber hidup dan kehidupan warga. Akses dan kontrol warga atas sumber daya alam menjadi penting di dorong oleh segenap elemen masyarakat yang memiliki kehendak baik untuk warga berdaulat dan sejahtera. Tegakkan hukum yang setimpal untuk kasus PT. BIG.

Jumat, 26 Agustus 2011

Selamat Jalan Lico

Alm. Lico saat di rawat

Pemberkatan makam oleh Br. Stefanus Paiman, Ofm cap
By. Hendrikus Adam*

SOE HOK GIE seorang aktivis idealis di zamannya mengutif pernyataan seorang filsuf Yunani suatu ketika mengatakan; "Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Abang dari (alm) Lico, Michel (9 th) bersama keluarga
menabur bunga di makam
Kalimat 'sakti' yang diucapkan Soe Hok Gie (meninggal diusia 29 tahun) ini mengingatkan kita sekaligus ”hiburan” bagi mereka yang ditinggal pergi untuk selamanya oleh seseorang yang dikasihi menuju dunia lain. Mengingatkan kita kembali akan arti hidup dan kematian. Kita berasal dari pada-Nya dan pastilah akan kembali kepada-Nya. Pengembaraan manusia dalam dunia fana  telah digariskan olehNya dalam buku kehidupan Sang Khalik. Penuh misteri dan kita tidak tahu entah kapan waktunya tiba menjemput. Satu dari saudara kita telah pergi lebih awal dijemput ajal dengan usia yang sangat muda namun tak bercela.

Jumat pagi tanggal 26 Agustus 2011, tepatnya pukul 02.30 wiba menjadi kesempatan terakhir bagi (alm) Lico menghirup udara segar melalui selang oksigen yang terpasang di rongga hidungnya. Penderita sakit paru-paru dan lumpuh yang dirujuk di Rumah Sakit Soedarso sejak satu minggu lalu (20/8) kini menghembuskan nafas terakhir.

Ia dipanggil menghadap Bapa dengan posisi tubuh terbujur kaku dalam sebuah ruang  perawatan PICU-NICU di Rumah Sakit Daerah Soedarso Pontianak. PICU singkatan dari Paediatric Intensive Care Unit, merupakan unit perawatan intensif untuk anak anak. Sedangkan NICU (Neonate Intensive Care Unit) merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir (neonatus) yang memerlukan perawatan khusus. Di ruang ini, Lico anak bungsu dari tiga bersaudara (Tipanifing, Michel, Lico) itu terdiam kaku dengan mata terpejam untuk selamanya.

Rasa sedihpun mengalir dari benak dan raut wajah kakek, nenek dan kerabatnya. Juga para kenalan dan para sahabat yang selama beberapa terakhir mengunjunginya.

Siapa gerangan (alm) Lico dan bagaimana proses pengobatannya selama ini? Lico adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga kurang mampu. Ibunya Tina (29) bersama kakak tertuanya kini pergi meninggalkannya sejak tiga tahun terakhir mengadu nasib di Limbang, negeri Jiran – Malaysia. Sedangkan ayahnya Yellow (30), kini tak berkabar. Entah kemana. Sejak tiga tahun terakhir, kedua orang tuanya meninggalkan anak yang terlahir tak berdosa. Maka tinggallah ia bersama abangnya Michel (9 th). Keduanya tinggal bersama Radius dan Peen, kakek dan neneknya di kampung.

Di usia dua tahun lebih kondisinya sehat seperti anak-anak kebanyakan, tetapi menginjak usia hampir tiga tahun karena terjatuh entah bagaimana jalan ceritanya saat itu, kondisi kakinya terbentur dan mengalami memar serius. Proses pengobatan awal dilakukan saat itu oleh pihak keluarga melalui jasa Sinsang. Beberapa kali berobat kondisinya saat itu pun lumayan membaik.

Selang beberapa waktu, bekas benturan di bagian paha Lico sebelah kiri tampak seperti bisul. Terkadang digaruk karena terasa gatal. Kondisi kaki Lico saat itu kembali kambuh dan kemudian lumpuh serius seperti yang dialami kini. Berbagai upaya untuk menyembuhkan penyakit dengan berobat ke mantri dan pengobatan ala kampung pun dilakukan, namun tak kunjung sembuh. Setelah diperiksa, ternyata gumpalan nanah tertampung dibalik selubung kulit yang tampak seperti bisul tersebut. Singkat cerita, pihak keluarga mulai cemas atas kondisi anak yang telah memasuki usia sekolah dasar tersebut. Keluarga merasa cemas, karena tidak ada biaya lagi untuk berobat. Sementara kedua orang tua Lico tidak bersamanya. Tina ibu Lico tak bisa pulang, Ia tidak diizinkan sang majikan untuk pulang karena masa kontraknya masih belum habis. Puncak dari situasi ini, kakek-nenek bersama keluarga berembuk. Lico diputuskan untuk dibawa berobat ke Rumah Sakit Ngabang.

Jum’at tanggal tanggal 19 Agustus 2011. Tepatnya dua hari setelah negeri ini mengenang hari jadinya (merdeka-red), empat orang warga kampung Sunge Lubakng (Sungai Lubang) yang terdiri dari Bidus, Peen bersama anak bungsunya Heni (16 th) dan juga Lico bergerak mengayunkan langkah menelusuri jalan setapak melewati kampung Reo’ dan kampung Babuntikng menuju Pasar Anik. Kepergian mereka untuk berobat hanya berbekal uang Rp.500.000. Kondisi daerah yang masih terisolir jauh dari pusat kota mamaksa mereka untuk memacu perjalanan dengan berjalan kaki selama 2,5 jam. Sepanjang perjalanan, Lico terus digendong sang kakek. Sesampai di Anik, mereka melanjutkan perjalanan menuju Ruma Sakit Daerah di ibukota Kabupaten Landak yakni Ngabang mengendarai angkutan. Sementara Heni anak bungsu dari delapan bersaudara buah kasih Bidus dan Peen hanya mengantar sampai ke Anik selanjutnya kembali pulang ke rumah di Kampung Sungai Lubang. Sesampai di rumah sakit Ngabang, Lico mendapat perawatan. Ia di Rontgen dan di infus. Hasil rujukan pihak rumah sakit menyampaikan bahwa Lico menderita sakit paru-paru dan lumpuh.

Tidak ada niat untuk nginap dalam benak Bidus dan Peen kala itu, tetapi usai pemeriksaan pihak Rumah Sakit memberikan pilihan rujukan untuk berobat bagi Lico; berobat di RSD Sanggau atau RSD Soedarso Pontianak? Saat itu, praktis kakeknya Bidus memilih untuk membawa cucunya ke Rumah Sakit di Pontianak. Pertimbangannya cukup sederhana, di Sanggau tidak orang yang dikenal. Sedangkan bila di Pontianak setidaknya ada anak laki-lakinya Dika, yang diharapkan dapat membantu. Pilihan Bidus memutuskan untuk merujuk cucunya Lico ke rumah sakit di Pontianak terbilang nekat karena hanya bermodalkan sisa uang yang disisihkan dari berobat di Ngabang yakni hanya sebesar Rp. 49.000. Pun demikian, sekitar tiga puluh delapan ribu menurutnya masih belum dilunasi saat itu. Sisa uang itu kemudian beralih tangan. Jari kanan Lico mengenggam erat 7 (tujuh) lembaran uang kertas rupiah yang berjumlah Rp. 49.000 tersebut.

Dalam hati, kakeknya Bidus bersama istri kala itu pasrah. Namun keduanya yakin masih ada kasih dari orang-orang yang mungkin bisa membantu kelak. Sebelum berangkat ke Pontianak, merekapun saat itu menginap semalam di Ngabang, di tempat anak perempuan Bidus dan Peen.

Esok hari tepatnya Sabtu, 20 Agustus 2011 Lico dibawa ke Pontianak menggunakan jasa bus angkutan ”Via Ria” hingga ke terminal Batu Layang. Perjalanan mereka mulus. Hati Bidus lega karena sepeserpun ia bersama istri dan cucunya tidak dipungut biaya. ”Sopir dan kernet bus baik dengan kami, mereka tak memungut tambang dan bahkan kami ditempatkan di tempat duduk bagian depan,” kisah Bidus.

Gelora gerakan kemanusiaan peduli Lico pun dilakukan oleh sekelompok pemuda, yakni sebuah cara yang sedianya dapat menggugah hati untuk peduli terhadap nasib sesama yang sungguh memerlukan. Upaya ini juga turut dibantu pihak media dalam upaya publikasi. Pastinya Lico bersama keluarga hanya bisa membalas uluran kasih Anda dengan doa dan biarlah Tuhan yang Maha Kasih membalas segala kebaikan para dermawan sekalian.

Tepat hari Jumat 26 Agustus 2011, Lico menghembuskan nafas terakhirnya. Selama seminggu persis ia berada di rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir. Dalam dialog bersama pihak keluarga, mereka menyampaikan terima kasih. Jumlah sumbangan dana cash yang diterima dari para dermawan sebesar Rp. 2.635.000. Dana ini digunakan untuk berbagai keperluan keluarga selama perawatan. Pihak keluarga juga menyampaikan terima kasih kepada donatur yang menanggung total biaya perawatan (alm) Lico selama di rumah sakit, serta terima kasih juga pihak keluarga sampaikan kepada para wartawan yang turut membantu dalam memberitakan kondisi yang dialami (alm) Lico.

Melihat lebih jeli sesungguhnya kasus yang dialami Lico bukan hanya soal sakit yang diderita semata. Pengalaman yang dialami dalam kasus Lico adalah sebuah fenomena kemanusiaan ketika warga miskin di negeri kaya ini masih harus berjuang keras untuk terhindar dari sakit. Sebuah fenomena yang seakan membenarkan sebuah realita dalam kamus kehidupan masa kini bahwa; “Orang Miskin dilarang Sakit?”. Sebuah pesan mengesankan, namun memiriskan.

Kasus yang dialami Lico ingin memberi pesan lain betapa ”kemerdekaan” dari derita sakit masih belum bisa diraih sepenuhnya oleh anak seusia Lico karena kondisi ketidakmampuan keluarga. Sebuah gambaran betapa kebutuhan dasar atas kesehatan ternyata masih belum bisa diraih sepenuhnya oleh warga negara asal Landak ini yang juga bagian dari Ibu Pertiwi. Kisah ini patut menjadi pelajaran dan refleksi pemerintah di negeri ini. Pelajara dan refleksi bagi kita semua. Terlebih masih banyak ”Lico-Lico” lainnya yang pastinya menanti kasih dan perhatian sebagai insan yang terlahir sama. Semoga kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya sebagaimana amanat konstitusi khususnya sungguh mendapat perhatian serius. Semoga pula “kewajiban” setiap anak manusia untuk menyisihkan kepedulian dengan membagi kasih bagi sesama kian membumi.  

Atas kepergian (alm) Lico, keluarga merasa berduka, dan kita juga merasa kehilangan. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Santo Yusuf Jalan Adisucipto Pontianak. Tanggal 25 Januari 2005 – 26 Agustus 2011 adalah deretan angka tanggal, bulan dan tahun yang istimewa bagi  (alm) Lico, yang telah menggenapi suratan Sang Illahi. Kita yakin dia kini telah menemukan tempat abadi dalam pangkuan-Nya. Semoga pihak keluarga tabah dan diberi kekuatan dalam kenyataan ini. Kiranya Tuhan membalas kebaikan Anda, para donator dan relawan yang telah turut peduli. Teristimewa untuk saudara kita yang telah pergi lebih awal, selamat jalan dalam damaiNya. Rest in Peace, Selamat jalan untuk Lico.

*) Panulis, insan yang terlahir sebagai orang kampong.